S.K.Y.s.f.

Extending Your Vision

Sunday, October 24, 2004

Koleksi Miniatur Kereta Api

Koleksi Miniatur Kereta Api



Tak Terasa Habis Ratusan Juta Rupiah
Setidaknya ada tiga orang Surabaya yang punya kebiasaan mengumpulkan replika kereta api dari seluruh dunia. Mereka adalah Joko Irawanto, Lan Wen Fung dan Armawan. Jumlah yang dikumpulkan mencapai ratusan. Apa saja koleksinya?
---------------------
Saking beratnya hobi mengoleksi replika kereta api, Joko Irawanto sampai mengorbankan dua ruangan di rumahnya di kawasan Prapen Indah Timur. Dua ruangan itu disulapnya menjadi "istana" penyimpanan replika kereta api koleksinya. Kedua ruangan tersebut berukuran masing-masing 4 m x 5 m dan 5 m x 5 m.

Di salah satu dinding kedua ruangan itu terdapat sebuah almari kaca yang menempel. Ukurannya 4 meter x 1,5 meter. Isinya bisa ditebak, miniatur puluhan lokomotif serta ratusan gerbong kereta api yang berukuran 1: 87 dari ukuran aslinya. Semuanya tertata rapi.

Ada miniatur lokomotif kereta api Amerika seperti The Big Boy yang panjangnya 50 centimeter dan berwarna hitam. Ada juga Santa Fe yang bernuansa merah dan perak, serta Allegheny Railroad yang berwarna biru tua. Bahkan, ada juga kereta api Heavy Mikado berwarna hitam yang memiliki suara gesekan roda maupun suara rem seperti kereta api aslinya. "Suaranya bisa sama persis, karena jenisnya adalah kereta api digital," ungkap Iwan.

Iwan juga punya koleksi replika berbagai jenis lokomotif dan gerbong kereta api yang pernah ada di Jerman. Mulai dari kereta api di masa Jerman masih berbentuk kerajaan, seperti Prussia, Bayer dan Wittenberg. Tiga kereta api ini digunakan sejak tahun 1900. "Koleksi ini sangat jarang ditemui di pasaran," tutur Iwan tentang koleksinya tersebut. Menurutnya, kalaupun ada, harga satu rangkaian lokomotif serta gerbongnya berkisar Rp 25 juta. Iwan juga punya replika kereta api pada masa Jerman sudah bersatu.

Di ruangan rumahnya, Iwan juga punya meja display berskala 1 : 87 dari ukuran aslinya, untuk menjalankan sejumlah kereta api koleksinya. Di ruangannya yang berukuran 3 m x 4 m, Iwan punya meja display berukuran 2,6 meter x 3,8 meter. Meja display yang khusus digunakan untuk menjalankan kereta api dari Amerika ini berbentuk huruf L, dan punya dua tingkat. Masing-masing tingkat terdapat dua rel yang lebarnya 3 centimeter.

Pada tingkatan paling atas, terdapat berbagai jenis hiasan yang telah disusun secara artistik, atau yang lebih dikenal dengan diorama. Bak berada di negara aslinya, pada diorama itu terdapat berbagai jenis gedung yang menjulang, jembatan gantung, terowongan, serta jalan raya yang dilengkapi berbagai jenis miniatur mobil.

Diorama yang telah menghabiskan biaya sekitar Rp 30 juta ini pun semakin cantik dengan rerumputan serta pepohonan yang berwarna-warni.

Meja display lainnya ada di ruangan satunya. Di sini, meja itu berukuran 4,5 meter x 3,5 meter, juga berbentuk L. Hanya saja, meja display ini bertingkat tiga, dan dilengkapi digital system. Ini dikhususkan untuk menjalankan kereta api Jerman. Tak seperti meja display Amerika, di meja display kedua ini lebih sepi dari hiasan.

Yang ada hanya berbagai pegunungan, jembatan gantung, terowongan, rumah-rumah pedesaan, stasiun, serta bengkel kereta. Di salah satu sudut meja itu, ada sebuah kastil berwarna cokelat muda. Untuk membuat meja display yang ini, Iwan menghabiskan biaya sekitar Rp 75 juta. Ini hanya untuk membuat rel-nya saja.

"Untuk diorama meja display Jerman ini, saya ingin suasana masa lampau," kata Iwan.

Lebih lanjut Iwan memaparkan, untuk membuat diorama dua meja display-nya itu, harus memperhatikan sudut elevasi dari rel. "Kalau tidak, saat di tanjakan, kereta apinya bisa melorot atau mundur," tutur mantan wartawan ini.

Ketika ditanya, mengapa suka mengumpulkan replika kereta api? Dia mengaku, sejak kecil, pria kelahiran 19 Oktober 1958 ini menyukai kereta api. Apalagi jenis kereta api uap. "Waktu SD, rumah saya dekat Pabrik Gula Jatiroto Malang. Jadi, saya senang sekali melihat kereta api uap yang seliweran," ceritanya, mengenang.

Hobinya mengumpulkan replika kereta api ini semakin diseriusinya ketika suatu ketika dia mengenal seorang pria Jerman bernama Oliver Klein pada 1994. "Dari dia, saya jadi tahu hobi ini. Dan saya mulai mengumpulkan banyak informasi hingga terkumpul kereta-kereta ini," tutur Iwan.

Dari Oliver juga, Iwan mendapatkan berbagai jenis kereta api langsung dari Jerman, tanpa harus membelinya dari toko yang ada di Indonesia. "Selain lebih murah, saya juga yakin barangnya lebih berkualitas," ujarnya.

Iwan banyak merasakan manfaat dari hobinya ini. Salah satunya, bisa melepaskan kepenatan dari rutinitasnya. "Jangankan melihat keretanya berjalan, cuman lihat bentuk keretanya saja saya sudah senang," imbuhnya.

Agar kereta-kereta koleksinya ini awet, Iwan juga menyempatkan waktu luangnya untuk selalu membersihkannya, minimal sebulan dua kali. "Biar awet sampai anak cucu," ujarnya, sembari terbahak. Hingga kini, Iwan punya koleksi kereta api sudah mencapai ratusan. "Lokonya saja ada 30," cerita pria yang kini menjadi pengusaha ini. Sudah habis berapa duit untuk hobinya ini? Iwan enggan merincinya. Dia hanya menyebut kisaran ratusan juta rupiah.

Lain halnya dengan Armawan. Pria berusia 54 tahun ini baru serius menekuni hobinya mengumpulkan miniatur kereta api sejak empat tahun lalu. Karena itu, koleksinya baru berjumlah sekitar 10 lokomotif, plus gerbongnya. Kebanyakan adalah miniatur kereta api uap Jerman. "Karena kereta api uap bentuknya lebih detail dan artistik dibanding kereta api lainnya," paparnya.

Jika Iwan menyimpan semua koleksinya di rumah, Armawan lebih suka menyimpan di kantornya. Yakni di PT Aksen Putra Mandiri, di kawasan Darmo Satelit. "Selain untuk melepaskan penat kerja, bisa juga jadi hiburan klien saya," canda bapak tiga anak ini.

Miniatur kereta api milik Armawan ini disimpan dalam ruang kerjanya yang berukuran 7 meter x 4,5 meter. Seperti halnya Iwan yang memiliki meja display, Armawan juga mempunyai dua meja display. Satu meja display Tipe N atau skala 1:160 berukuran 2,4 meter x 0,8 meter. Satunya lagi meja display tipe N berukuran 1,5 meter x 0,4 meter. Keduanya dihias dengan diorama gaya pegunungan di Jerman. Ada gunung, ngarai, dan jembatan gantung.

Jika Iwan dan Armawan serius mengumpulkan berbagai jenis kereta api uap, lain halnya dengan Lan Wen Fung. Pria yang akrab dipanggil A Fung ini lebih suka mengumpulkan berbagai jenis lokomotif saja, tanpa gerbongnya. Kini, bapak dua putri ini memiliki lebih dari 20 lokomotif dari dua negara. Yakni Amerika dan Jerman. "Lokomotif itu desainnya lebih unik dan detail dibanding gerbongnya," katanya, mengomentari koleksinya.

A Fung menuturkan, dia mulai menyukai hobi ini sejak 1998. Tepatnya saat berjalan-jalan di Plaza Tunjungan Surabaya. "Namun, saat itu hanya sebatas lihat-lihat saja. Baru mulai berani beli, satu tahun kemudian karena ada potongan harga," tutur warga perumahan Pakuwon ini.

A Fung keberatan jika dia disebut sebagai kolektor minatur kereta api. Dia lebih suka disebut sebagai pecinta miniatur kereta api. "Mencintai kan artinya lebih luas artinya, daripada kolektor," ujarnya. Menurut A Fung, jumlah pecinta miniatur kereta api di Surabaya sangat banyak. Karena itu, dia berencana membuat komunitas para pecinta miniatur kereta api. "Di Jakarta dan Bandung kan sudah ada, masak Surabaya kalah," tuturnya.

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home